Kecelakaan maut yang menimpa angkutan umum, utamanya bus wisata, terus terjadi. Sejauh mana efektivitas penerapan Permenhub (PM) No 85 tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum?
JAKARTA, Indosafety.id – Kecelakaan bus pariwisata Sri Padma Kencana bernopol T 7591 TB yang menewaskan 27 penumpangnya di Jalan Raya Wado-Malangbong, Dusun Cilangkap RT 01/06, Desa Sukajadi, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (10/3/2021) malam, hanya menyisakan duka berkepanjangan bagi keluarga korban yang ditinggalkan.
Isak tangis keluarga korban, bukan kali ini pecah membahana. Sudah begitu sering, dan terus berulang dari waktu ke waktu. Tak adakah pelajaran (lesson learned) yang dipetik dari berbagai kasus kecelakaan maut ini?
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub), sebenarnya sudah mengeluarkan aneka regulasi terkait keselamatan angkutan umum. Salah satunya adalah Peraturan Menteri (PM) Perhubungan No 85 tahun 2018 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum.
Baca juga: Kecelakaan Bus Maut, 27 Meninggal 39 Selamat
Dalam peraturan yang diundangkan di Jakarta pada 14 September 2018 itu sudah diatur begitu lengkap tentang pedoman, arahan, route risk assasment, bahkan sampai sistem audit mengenai SMK perusahaan angkutan umum. Tetapi, mengapa kecelakaan maut terus terjadi dan terus berulang tanpa bisa dibendung?
Menurut salah seorang yang membidani kelahiran PM No 85/2018, Soehatman Ramli, peraturan tersebut tidak berjalan efektif.
“Kecelakaan angkutan umum masih banyak terjadi. Belum semua perusahaan angkutan umum menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK). Seharusnya semua perusahaan angkutan umum wajib menerapkan SMK Angkutan umum, diaudit berkala dan wajib menerapkan elemen-elemennya mulai dari Identifikasi Bahaya dan lainnya,” kata Soehatman Ramli dalam keterangan tertulisnya kepada Indosafety.id, Jumat (12/3/2021).
Sebagai salah seorang yang membidani kelahiran PM no 85/2018 yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 204 UU No 22/2009 tentang LLAJ, ia selalu merasa prihatin dengan berbagai kasus kecelakaan maut yang menimpa angkutan umum.
Betapa tidak, Soehatman yang juga menjadi salah satu BoD di World Safety Organization (WSO) ini mengaku ia sudah diminta Kemenhub menjadi konsultan keselamatan angkutan umum di Indonesia sejak 2012.
“Saya bikinkan banyak sistem termasuk Sistem Manajemen Keselamatan Angkutan Umum mulai pedoman sampai sistem auditnya. Bahkan sudah diuji-coba di berbagai prusahaan angkutan. Kami juga sudah buatkan pedoman, route risk assessment. Artinya jika perusahaan PO seperti parawisata akan mendapat order ke daerah tertentu wajib membuat analisa risiko rute dulu, apa potensi bahaya di rute yang akan dijalani. Rute Wado jelas sangat rawan, saya dulu sering lewat waktu masih tinggal di Cilacap. Perlu keahlian khusus, kewaspadaan, kondisi kenderaan yang prima,” papar Soehatman.
“Semoga apa yang sudah kami buatkan tidak menjadi sia-sia dan korban tidak terus berjatuhan. Kapan bangsa ini sadar mengenai Keselamatan? Bahwa dampaknya mengakibatkan penderitaan bagi semua pihak, korban dan keluarga dan merusak kesejahteraan masyarakat Semoga SMK Perusahaan Angkutan Umum ini dapat berjalan dengan baik dan kecelakaan dapat ditekan,” Soehatman menambahkan.
Terpisah, pakar transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan bahwa pengelolaan bus pariwisata harus diawasi lebih ketat lagi.
Selain PM No 85 tahun 2018, Djoko merujuk regulasi PM Perhubungan No 117 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dan Trayek.
Dikatakan, dalam regulasi tersebut diatur dengan jelas dan tegas bahwa setiap perusahaan otobus (PO) harus terdaftar di Kemenhub jika sebelum beroperasi. Banyak peristiwa kecelakaan maut yang terjadi, begitu dicek di Kemenhub, ternyata PO tersebut tidak terdaftar.
Kalaupun terdaftar, hanya bus induknya saja. Padahal dalam PM 117 itu jelas disyaratkan bahwa setiap PO harus memiliki 5 armada bus.
“Ketentuan ini harus ditaati. Terkadang seolah ada PO, tapi nyatanya tidak ada. Atau hanya memiliki 1-2 armada bus, sudah buka bisnis bus wisata. Biasanya ini permainan bisnis,” kata Djoko Setijowarno kepada Indosafety.id, Kamis (11/3/2021) malam.
Karena itu ia meminta agar Kemenhub melakukan pengawasan lebih ketat lagi terhadap pengelolaan bus pariwisata di Tanah Air.
Pada lapis lain, ia juga meminta agar masyarakat yang akan menyewa bus pariwisata untuk terlebih dahulu mengecek keabsahan PO bus pariwisata yang akan disewanya.
“Harus dicek, apakah perusahaan tersebut terdaftar di Kemenhub sebagai usaha bus atau tidak.Jadilah konsumen cerdas karena nyawa taruhannya,” pungkas Djoko. (Hasanuddin)