Kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak-anak dan remaja di Indonesia terbilang tinggi. Data Korlantas Polri, pengendara anak (usia 10-15 tahun) yang terlibat kecelakaan pada tahun 2013 rata-rata mencapai 20 anak/hari.
JAKARTA, Indosafety.id – Masih ingat kasus kecelakaan maut di Tol Jagorawi yang terjadi pada Minggu (8/9/2013) dinihari silam? Dinihari itu, sebuah mobil sedan Mitsubishi Lancer nopol B 80 SAL keluaran 2010 melaju sangat kencang dari arah Jakarta menuju Bogor.
Tiba di Kilometer 8+200 Tol Jagorawi, si pengemudi sedan ‘wah’ tersebut tak mampu mengendalikan laju kendaraannya. Dalam kecepatan tinggi (sekitar 170 km/jam), kendaraan tersebut ‘terbang’ menerobos pembatas jalan dan ‘mendarat’ di jalanan tol dengan arah berlawanan.
Di sana Lancer menyerempet sisi kanan belakang Toyota Avanza hitam bernomor polisi B 1882 UZJ yang melaju dari arah berlawanan. Karena pengendaranya mampu mempertahankan keseimbangan, Avanza hitam itu tidak mengalami kerusakan parah.
Baca juga: Pengendara Anak Kian Marak di Jalanan
Naas bagi Daihatsu Gran Max B 1349 TEN yang berada di samping Avanza. Tanpa ampun, mobil minibus yang sarat penumpang itu dihantam Lancer. Tujuh dari 13 penumpang Gran Max meninggal dunia, enam di antaranya mengembuskan napas di tempat.
Sementara, pengemudi mobil Lancer dan seorang temannya, luput dari maut meski mengalami patah tulang yang cukup hebat di beberapa bagian tubuhnya.
Kasus kecelakaan maut di Tol Jagorawi pada hari Minggu dinihari tersebut menjadi kasus yang fenomenal sekaligus kontroversial. Maklum, si pengemudi sedan mewah yang menjadi pelaku utama dari kecelakaan maut tersebut masih anak-anak dan merupakan figur publik (public figure). Dia adalah AQJ alias Dul, putra bungsu pasangan musisi kondang Ahmad Dhani-Maia Estianty.
Saat kejadian, Dul masih berusia 13 tahun dan status kedua orangtuanya sudah bercerai. Dul hanyalah satu contoh dari sekian banyak kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia yang melibatkan pengendara anak.
Lain Dul, lain pula HR (15). Remaja ini langsung meninggal dunia ketika sepeda motor jenis Honda Vario nopol B 4468 TOI yang dikemudikannya, menabrak sebuah pohon di Jl KRT Radjiman, Buaran, Jakarta Timur, Jumat (4/9/2020).
Baca juga: 2 Pemotor Anak Tewas
Selain HR, temannya berinisial AB (13) yang kala itu dibonceng HR, juga meninggal dunia di lokasi kejadian. Sementara MRA (13), yang juga dibonceng HR, menderita luka parah. Saat kejadian, HR memang membonceng dua temannya.
Kecelakaan tunggal yang berujung kematian dua pengendara anak ini terjadi ketika HR berusaha menyalip mobil di depannya. Dari arah berlawanan melaju kendaraan lain. Guna menghindari tabrakan, HR mencoba mengelak ke arah kanan.
HR kehilangan kendali dan menabrak pohon yang berdiri di pinggir jalan dalam kecepatan tinggi. Saat itu, baik HR maupun kedua temannya yang dibonceng, tak satu pun yang mengenakan helm, sehingga kecelakaan tersebut berakibat fatal.
Kecelakaan Pengendara Anak Tinggi
Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) tahun 2013 menyebutkan, pelaku kecelakaan (pengemudi kendaraan) lalu lintas jalan di Indonesia masih didominasi kelompok usia muda.
Baca juga: Pengendara Anak Marak, Imbas Murah & Mudahnya Beli Sepeda Motor Baru
Tahun 2013, kelompok usia 16-25 tahun menyumbang 26,61% kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Sekalipun angka itu menurun tipis dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 26,76%, tetap saja kontribusi kelompok ini terhadap kecelakaan lalu lintas di jalanan yang terjadi masih teratas.
Anak-anak muda di rentang usia 16-25 tahun menempati posisi teratas sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas jalan pada 2013. Padahal, setahun sebelumnya yang menjadi penyumbang terbesar adalah kelompok usia 26-30 tahun, yang pada 2013 justru turun. Kelompok usia ini menempati posisi kedua terbesar dengan kontribusi sekitar 21%.
Data itu juga menyebutkan bahwa pada 2012, rata-rata ada 94 kelompok usia 16-25 tahun yang menjadi pelaku kecelakaan di jalan. Sedangkan tahun 2013, rata-rata sebanyak 73 orang.
Data Korlantas Polri yang patut mendapat perhatian semua pihak adalah keterlibatan kelompok usia 10-15 tahun sebagai pelaku kecelakaan, sebagaimana yang melibatkan Dul dan HR tadi. Angka pelaku kecelakaan lalu lintas jalan yang berasal dari kelompok usia ini rata-rata mencapai 20 orang/hari (7,15%) pada 2013 atau meningkat lebih dari 2% dibanding tahun 2012 yang mencapai 5,12% atau rata-rata 18 anak/hari.
Jangan Biarkan Impian Mereka Kandas di Jalanan
Siapapun, tentu, tidak menginginkan dirinya terlibat dalam kecelakaan lalu lintas di jalanan. Tetapi kecelakaan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja tanpa kecuali, sebab kecelakaan bukan merupakan sesuatu yang direncanakan atau bahkan diidam-idamkan.
Kecelakaan selalu menyisakan kesedihan dan duka mendalam bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Berapa banyak istri yang sudah kehilangan suami, suami kehilangan istri, orangtua kehilangan anak, anak kehilangan orangtua, saudara, kerabat, teman, sahabat, kekasih, hanya gara-gara sebuah kecelakaan lalu lintas di jalanan. Kecelakaan lalu lintas bahkan dituding sebagai pemicu terbanyak (sekitar 62%) terjadinya kemiskinan di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang.
Baca juga: Pengendara Anak Marak, Berkendara di Jalanan Ada Syaratnya Loh!
AQJ alias Dul tergolong beruntung. Sebagai pelaku kecelakaan yang menewaskan 7 orang dan melukai 6 orang, Dul tidak perlu mendekam di balik jeruji besi meski majelis hakim sudah menjatuhkan vonis bersalah kepada dirinya.
Penyelesaian secara kekeluargaan yang dilakukan Ahmad Dhani selaku orangtua Dul dengan para korban dan keluarga korban, menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim. Dul pun bisa meneruskan segala aktivitas dan rutinitas kesehariannya guna mewujudkan mimpi-mimpi dan merenda masa depan yang lebih baik dengan tenang.
Lain halnya dengan Sapta. Remaja berusia 18 tahun yang baru saja memulai masa kuliahnya itu, kini terpaksa harus menjalani kesehariannya di balik jeruji besi. Sama halnya Dul, Sapta pun menjadi tersangka pelaku kecelakaan lalu lintas di jalan yang menewaskan lima orang.
Bagi Sapta, langit seakan runtuh dan menimpa dirinya. Peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dialaminya telah mengubah dunia Sapta dalam sekejap. Dari status remaja yang menatap masa depan dengan ceria, tiba-tiba menjadi tersangka, dan kemudian divonis kurungan penjara selama 2,5 tahun oleh majelis hakim.
Meski vonis hakim itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang menuntutnya kurungan penjara selama 6 tahun, toh masa depan cerah yang selama ini diidamkan, terpaksa harus dipendam dalam-dalam dan menguncinya rapat-rapat di balik terali besi.
Dul dan Sapta hanyalah dua contoh dari sekian banyak kasus kecelakaan lalu lintas di jalan di mana pelakunya berasal dari kalangan anak-anak dan remaja. Masa depan yang suram bahkan kandas juga banyak dialami para korban kecelakaan lalu lintas di jalan, yang jumlahnya jauh lebih banyak dibanding mereka sebagai pelaku.
Hasil kajian Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh utama kaum muda berusia 10 hingga 24 tahun. Hampir 400 ribu pemuda berusia di bawah 25 tahun setiap tahunnya meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas dan jutaan lainnya menderita luka atau cacat karenanya.
Sudah saatnya semua pihak terkait dan masyarakat, termasuk para orangtua, bahu membahu dan bergandengan tangan guna menekan angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak-anak baik sebagai pelaku maupun korban.
Jangan biarkan anak-anak kita layu atau bahkan mati sebelum berkembang dan jangan biarkan masa depan generasi penerus bangsa, kandas di jalanan. (Hasanuddin)