JAKARTA, Indosafety.id – Setelah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam satu bulan terakhir terkait kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, penyidik kepolisian dari Bareskrim Polri tampaknya sudah mencapai akhir penyidikan.
Artinya, akan ada orang yang dipersangkakan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab secara hukum atas peristiwa kebakaran Gedung Utama Kejagung pada 22 Agustus 2020. Siapa tersangkanya?
Pihak kepolisian akan segera mengumumkan tersangka kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung. Informasi terbaru dari penyidik kepolisian, setidaknya dalam pekan ini akan dilakukan gelar perkara bersama jaksa peneliti.
“Setelah ekspos di depan jaksa peneliti, tentunya akan dilaksanakan gelar perkara untuk menentukan tersangka. Semoga minggu ini bisa tuntas,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Mabes Polri, Senin (19/10/2020).
Awi mengatakan, penyidik tidak mengalami hambatan dalam melakukan proses penyelidikan hingga penyidikan kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung. Memang, kata dia, prosesnya cukup lama mengingat saksi-saksi yang diperiksa juga banyak.
Baca juga : Kebakaran Gedung Kejakgung Masuk Ranah Pidana
“Tidak ada kendala, karena memang prosesnya panjang dan yang diperiksa panjang dan banyak sekali yang harus dievaluasi,” kata jenderal polisi bintang satu ini.
Sebagaimana diwartakan, tim gabungan Bareskrim Polri bersama Kejaksaan Agung telah melakukan gelar perkara kebakaran Gedung Utama Kejagung di Kantor Bareskrim Polri pada Kamis (17/9/2020).
Saat itu Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa asal api bukan dari hubungan pendek arus listrik (korslet). Namun diduga kuat disebabkan adanya nyala api terbuka (open flame).
“Dari hasil olah tempat kejadian perkara, Puslabfor menyimpulkan sumber api bukan karena hubungan arus pendek, namun diduga karena nyala api terbuka,” kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Kamis (17/9/2020).
Baca juga : Gedung Utama Kejakgung Ludes Dilalap Api
“Maka peristiwa yang terjadi, sementara penyidik berkesimpulan terdapat dugaan peristiwa pidana. Hari ini kami laksanakan gelar bersama Kejaksaan. Kami komitmen, sepakat untuk tak ragu memproses siapapun yang terlibat,” kata Komjen Pol Listyo.
Pekerja Bangunan?
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono yang hadir kala itu menyatakan bahwa dari kasus kebakaran ini pihak kepolisian sudah melakukan pemeriksaan terhadap 131 orang saksi. Setelah menemukan adanya dugaan tindak pidana dalam kasus kebakaran ini, pemeriksaan kemudian mengerucut kepada 12 orang saksi.
Pada Senin (21/9/2020), pihak kepolisian meningkatkan pengusutan dari penyelidikan ke penyidikan dengan melayangkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SDP) ke Kejagung.
Saat ditanya siapa para saksi yang dipanggil tersebut, mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini menjelaskan bahwa ke-12 saksi itu berasal dari lingkungan Kejagung dan dari luar yang saat itu berada di lokasi kejadian dan ditengarai kuat merupakan orang-orang yang paling mengetahui ihwal terjadinya kebakaran.
“(Saksi) baik yang berasal dari luar Kejaksaan Agung (pekerja yang tengah merenovasi, red) maupun dari dalam Kejaksaan Agung seperti pramubakti dan petugas cleaning service,” katanya.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo menyatakan, dalam kasus ini pihak penyidik berfokus pada Pasal 187 dan 188 KUHP sebagai unsur pidana dimaksud. “Pasal 187 j(KUHP) jika hasil penyidikan kemudian menemukan bukti-bukti bahwa ada unsur kesengajaan. Sedangkan Pasal 188 (KUHP), jika kebakaran itu memang ada unsur kealpaan, kelalaian,” katanya.
Adapun bunyi Pasal 187 KUHP, bahwa barang siapa yang dengan sengaja menimbulkan kebakaran terancam 12 tahun penjara, atau 15 tahun penjara, atau seumur hidup apabila ada korban meninggal. Sedangkan Pasal 188 KUHP menyebutkan, barang siapa dengan kesalahan atau kealpaan menyebabkan kebakaran dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Sebelumnya, pakar forensik api yang juga investigator api independen Dr Ir Adrianus Pangaribuan, MT, CFEI, mengingatkan, jika unsur kelalaian lebih terpenuhi, penyidik Bareskrim Polri harus melihat lagi sejauh mana kelalaian yang dilakukan. Apakah terjadi karena ketidaktahuan akibat pengetahuan yang tidak cukup dari pelaku (negligent) atau karena ketidakpedulian (ignorance).
Baca juga : Polisi Harus Bisa Membuktikan Kebakaran Kejakgung Karena ‘Open Flame’
Adrianus kemudian menyebut regulasi Permen PU No 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan sebagai dasar untuk menelusuri lebih jauh tentang unsur kelalaian dimaksud. Regulasi itu mengatur soal sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif.
Dalam kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung, jika kemudian terbukti bahwa bangunan yang terbakar itu tidak memiliki kemampuan dalam memproteksi kebakaran, maka kasus kebakaran yang terjadi tidak bisa semata-mata dikategorikan sebagai kelalaian.
“Katakanlah terjadi kelalaian seseorang yang kemudian menyebabkan terjadinya suatu kebakaran, apapun bentuk lalainya (negligent atau ignorance). Namun ketidakmampuan bangunan tersebut untuk tidak menyebarkan dan merambatkan api, tidak bisa semata–mata dikategorikan akibat kelalaian,” Adrianus menegaskan.
Karena itu menurut Adrianus, dalam kasus kebakaran Gedung Utama Kejagung, pihak kepolisian tidak cukup menimpakan kesalahan hanya pada mereka yang lalai. Namun ketidakmampuan bangunan karena tidak bisa menghambat penyebaran dan perambatan api dalam gedung karena faktor kesalahan rancangan, perencanaan dan pengelolaan bangunan, juga termasuk yang harus menanggung akibat kelalaian tersebut. (Hasanuddin)