OLEH : Mila Tejamaya SSi, MOHS, PhD, dkk**
DEPOK, Indosafety.id – TAHUKAH Anda, bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia telah menyerap lebih dari 90% tenaga kerja (Bank Indonesia, 2017)1?
Bahkan kelompok usaha tersebut, menurut ikhsan Ingatubun Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo), telah menyumbang sebesar 65% terhadap pendapatan domestic bruto (PDB) Indonesia di tahun 20192.
Tak hanya itu, sektor ini terbukti telah melindungi NKRI dari goncangan perkonomian dunia. Hal ini antara lain karena sektor UMKM memiliki ketergantungan yang rendah terhadap barang dan bahan impor, sehingga tidak terpengaruh oleh pergolakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Oleh karena itu, tak heran bila UMKM sering kali disebut sebagai ‘dewa penyelamat perekonomian nasional’.
Menurut Rohmad Hadiwijoyo, ketua CIDES (Centre for Information and Development Studies) terdapat tiga keunggulan usaha mikro dan kecil (UMK). Yaitu:
(1) umumnya UMK menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat,
(2) UMK tidak mengandalkan bahan baku impor dan lebih memanfaatkan sumber daya; dan
(3) bisnis UMK menggunakan modal sendiri atau tidak ditopang pinjaman dari bank4.
Dengan keunggulan tersebut, UMK di Indonesia mampu bertahan di tengah krisis ekonomi pada tahun 1997 yang biasanya ditandai dengan penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dengan sangat signifikan.
Tak heran jika kemudian pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap UMKM di Indonesia. Berbagai regulasi terkait pemberdayaan dan upaya menumbuhkan iklim usaha telah diterbitkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sebagai contoh Undang-undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyatakan bahwa Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mendorong pertumbuhan dan pemberdayaan UMKM dalam berbagai aspek, salah satunya adalah sumber daya manusia.
Dalam hal sumber daya manusia, UU No 20 tahun 2008 menggaris bawahi tentang:
Namun sayang, perlindungan dan penjaminan kesehatan dan keselamatan pekerja (K3) di sektor UMKM sebagai aset SDM belum dinyatakan secara eksplisit di dalam UU tersebut.
Berkaca dari pengalaman Uni-Eropa di mana 82% cidera kerja dan 90% kecelakaan fatal terjadi di UMKM dengan total kerugian tidak kurang dari USD 48 milliar 5 , maka proteksi dan promosi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di sektor UMKM perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.
Lemahnya penerapan aspek K3 di UMKM disebabkan karena berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Keterbatasan modal, sumber daya manusia, pengetahuan dari pemilik dan pekerja UMKM, lemahnya aspek regulasi K3 untuk sektor UMKM, belum adanya inspeksi dan minimnya pembinaan penerapan K3 kepada UMKM menyebabkan kondisi K3 di UMKM seringkali mengkhawatirkan6-8.
SIUMKM.ID
Dalam rangka menyambut 50 Tahun UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Program Studi Sarjana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Prodi S1 K3), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Indonesia (UI), melalui hibah pengabdian masyarakat penerapan IPTEKS Universitas Indonesia, mengembangkan database online untuk UMKM, guna memberikan deskripsi tentang kondisi K3 di UMKM meliputi:
Sistem informasi ini diujicobakan di empat desa di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Yakni Desa Gunung Sari, Pasir Mukti, Sukahati dan Tarikolot. Sebanyak 280 UMKM telah disurvey, dan data dari 280 UMKM tersebut telah di-entry ke dalam www.siumkm.id
Sebagai contoh, informasi tentang UMKM di Desa Pasir Mukti akan dibahas dengan lebih detail dalam tulisan ini.
Kondisi UMKM di Desa Pasir Mukti
Terdapat enam rukun warga (RW) dan 26 rukun tetangga (RT) di Desa Pasir Mukti dengan jumlah penduduk sekitar 13.000 jiwa. Di desa ini terdapat sekitar 120 UMKM dengan jumlah total karyawannya antara 250-300 orang.
Lebih dari 84% UMKM di desa Pasir Mukti bergerak dalam usaha logam, seperti pembuatan panci, loyang, alat kesehatan, dan sebagainya.
Survey dilakukan terhadap 60 UMKM, dan diperoleh informasi sebagai berikut:
Sayangnya, di Desa Pasir Mukti hanya terdapat satu puskesmas, yakni Puskesmas Tajur dan satu dokter praktek. Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Tajur terdiri dari:
Puskesmas Tajur tidak hanya melayani Desa Pasir Mukti, namun juga desa-desa yang lain. Oleh karena itu, sangat perlu untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan dan kualitas layanan kesehatan secara umum, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas promosi kesehatan dan keselamatan kepada masyarakat, khususnya masyarakat pekerja UMKM.
Dengan hanya satu orang tenaga penyuluh, sangat tidak mungkin upaya promosi dibebankan kepada Puskesmas saja. Namun perlu ada bantuan dari berbagai pihak seperti perusahaan besar yang ada di area tersebut, perguruan tinggi, dengan melibatkan berbagai organisasi non-pemerintahan, salah satunya adalah forum UMKM.
Dengan adanya database online SIUMKM ini, diharapkan semua pihak yang terkait dapat menggunakan database tersebut untuk mendapatkan gambaran kondisi umum risiko K3 dan penerapan K3 di UMKM serta fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang ada di daerah tertentu, dalam hal ini Desa Citeureup.
Selain itu, semoga database tersebut dapat diperkaya dengan data-data dari daerah lain untuk menggambarkan kondisi K3 di UMKM sehingga memudahkan pemerintah untuk memetakan program penguatan serta pemberdayaan K3 di UMKM di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.( )
*) Naskah ini pernah dimuat di majalah ISafety
**) Mila Tejamaya, Rumondang Krisna, Tiara Nurhafizhah, Varla Nur Afifah, William Wijaya (Program Studi Sarjana Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia)
Team Surveyor:
Akbar Maulana, Desvia Dwiaryani, Fadhil Abdillah, Fahmi Lathifia, Nesya Dinda Rahmaningtyas, Nobella Arifannisa Firdausi dan Rizka Asshafa Firdausi
REFERENSI
1Bank Indonesia (2017)
2https://ekonomi.bisnis.com/read/20190109/12/876943/kontribusi-umkm-terhadap-pdb-2019-diproyeksi-tumbuh-5 diunduh tanggal 26 Desember 2019
4https://ekonomi.kompas.com/read/2012/03/28/11093274/Tiga.Hal.yang.Buat.UMKM.Tahan.Krisis
5Work, E.A. for S. and H. at, 2009. Occupational Safety and Health and Economic Performance in Small and Medium Enterprises: a review, Available at: https://osha.europa.eu/en/tools-and-publications/publications/reports/TE-80-09-640-EN-N_occupational_safety_health_economic_performance_small_medium_sized_enterprises_review.
6Walters, D. et al., 2003. OHS in Small Organisations: Some Challenges and Ways Forward. Regulation, (July), pp.1–32. Available at: http://ohs.anu.edu.au/publications/pdf/wp 15 – Walters and Lamm.pdf
7EU-OSHA, 2016. Contexts and arrangements for OSH in SMEs in the EU – EU-OSHA, Available at: https://osha.europa.eu/en/tools-and-publications/publications/contexts-and-arrangements-occupational-safety-and-health-micro
8Masi, D. & Cagno, E., 2015. Barriers to OHS interventions in Small and Medium-sized Enterprises. Safety Science, 71(PC), pp.226–241